Estimasi adalah proses meramalkan atau memperkirakan
waktu dan biaya untuk menyelesaikan berbagai deliverabel proyek.
Estimasi biaya harus sudah dilakukan sejak tahap konsepsi proyek. Dengan demikian perkiraan biaya proyek dapat dilakukan dengan baik sehingga menghasilkan estimasi biaya yang akurat. Artinya estimasi biaya tidak terlalu tinggi yang menyebabkan tidak mampu bersaing dengan perusahaan lain dalam tahap tender, atau tidak terlalu rendah yang meski dapat memenangkan tender namun ujungnya mengalami kesulitan pendanaan karena diangarkan kurang. Terkadang perkiraan biaya yang rendah dilakukan dengan sengaja untuk maksud sekedar memenangkan tender. Setelah tender dimenangkan, kemudian dilakukan negosiasi dengan klien untuk memperbesar nilai proyek. Yang demikian ini disebut buy in. Praktek seperti ini beresiko dan tidak etis, namun banyak dilakukan yang berujung pada korupsi.
Perkiraan biaya digunakan untuk menyusun angaran dan menjadi dasar untuk mengevaluasi performance proyek. Evaluasi dilakukan dengan embandingkan tingkat pengeluaran aktual dengan tingkat pengeluaran yang dianggarkan.. Dengan demikian tanpa estimasi yang baik, maka akan menyulitkan evaluasi yang efektif dan efisien.
Memperkirakan biaya proyek relatif sulit dibanding memperkirakan biaya untuk kegiatan yang sudah rutin dilakukan. Perkiraan biaya untuk kegiatan rutin dapat dibuat dengan sekedar menambah y% dari anggaran tahun lalu. Tidak demikian dengan perkiraan biaya pekerjaan proyek.
Estimasi biaya untuk pekerjaan yang sifatnya renovasi atau adaptasi bisa didasarkan pada pekerjaan serupa yang pernah dilakukan, akan tatapi untuk pekerjaan yang bersifat pengembangan dan belum pernah ada pekerjaan serupa di masa lalu, maka estimasi benar-benar menjadi suatu pekerjaan yang kritikal.
Setidaknya ada tiga pendekatan pokok dalam memperkirakan biaya dilihat dari cara pengumpulan informasi, yaitu:
1.
Perkiraan Biaya secara top-down
Dalam
pendekatan ini, manajer puncak memperkirakan biaya seluruh proyek, Selanjutnya,
gambaran umum estimasi proyek tersebut diberikan kepada manajer di bawahnya
untuk melakukan estimasi biaya untuk paket kerja yang lebih kecil yang menjadi
bagian dari keseluruhan pekerjaan proyek. Hal ini dilakukan sampai pada level
manajer tingkat paling bawah. Batasan estimasi biaya untuk manajer tingkat
lebih bawah adalah bahwa mereka tidak bisa mengusulkan eatimasi biaya yang
lebih besar dari yang sudah diperkirakan oleh manajer di atasnya.
2. Perkiraan Biaya secara Bottom Up
Pada
pendekatan ini, pertama-tama yang dilakukan adalah merinci pekerjaan
proyek menjadi pekerjaan-pekerjaan yang lebih detail. Selanjutnya, orang-orang
yang terlibat dalam pengerjaan paket kerja diminta pendapatnya mengenai biaya
yang dibutuhkan dan waktu untuk penyelesaian suatu paket pekerjaan.
Pendekatan Bottom Up ini jarang digunakan karena riskan dari sudut
pandang manajer puncak. Ada kecenderungan kekurangpercayaan manajer puncak
terhadap bawahannya yang mungkin akan melebih-lebihkan (mark-up) perkiraan
biaya yang diperlukan untuk menjamin keberhasilan di departemennya
masing-masing.
3. Kombinasi Top Down dan Bottom Up
Pendekatan
ini merupakan pendekatan yang banyak digunakan dalam mengestimasi biaya. Pada
pendekatan ini, manajer tingkat atas mengundang bawahannya untuk mengajukan
usulan perkiraan biaya pekerjaan.. Selanjutnya bawahwan tersebut menyampaikan
permintaan manajer tingkat atas tersebut ke tingkat yang lebih bawah melalui
departemen, devisi, seksi sampai subeksi . Usulan dari bawah tersebut
selanjutnya dikumpulkan. Saat meminta usulan perkiraan biaya dari bawahannya,
manajer puncak memberi catatan tntang batasan-batasan yang diperbolehkan dalam
memperkirakan biaya, baik menyangkut jumlah maupun prioritas pekerjaan. Dengan
demikian ketika bahawan mengajukan usulan perkiraan biaya, maka catatan dari
manajer puncak telah menjadi pertimbangan.
Pembengkakan Biaya
Dalam banyak hal, semakin besar ukuran proyek, maka semakin besar pula potensi terjadi pembengkakan biaya. Berikut beberapa penyebab terjadinya pembengkakan biaya:
1. Informasi
kurang akurat
Rendahnya
akurasi perkiraan biaya dapat menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya karena
perkiraan biaya ternyata jauh lebih rendah daripada kenyataannya. Demikian
juga, adanya ketidakpastian kondisi dapat membuat biaya pekerjaan membengkak.
Misalnya dalam memperkirakan harga ternyata harga yang diperkirakan lebih rendah
dari harga yang sesungguhnya. Akibatnya biaya membengkak.
2. Perubahan desain
Terjadinya
perubahan desain yang diinginkan pelanggan dapat menyebabkan pembengkakan biaya
bila perubahan desain tersebut ternyata menyebabkan pengerjaan ulang atau membutuhkan
sumberdaya yang lebih banyak/ lebih mahal.
3. Faktor Sosial Ekonomi
Pemogokan
buruh, tindakan konsumen, embargo, penurunan nilai mata uang dan kelangkaan
sumberdaya dapat menyebabkan pembengkaan harga. Misalnya, bila ternyata terjadi
ketidakstabilan ekonomi yang menyebabkan terjadinya kenaikan harga yang tinggi
sehingga jauh melampaui apa yang sudah diperkirakan, maka hal demikian
menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya.
4. Jenis Kontrak Proyek
Kontrak
dengan harga tetap mendorong kontraktor untuk berhati-hati dalam hal
pengendalian biaya. Namun, kontrak jenis reimbursement memberikan kelongggaran
biaya kepada kontraktoe. Hal ini dapat membuat kontraktor kurang hati-hati
dalam mengendalikan harga sehingga dapat berujung pada pembengkakan biaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar